Pages

RSS

Selamat datang di Cermin Sebuah Titik
Refleksi Sunyi
Sunyi tak selamanya sepi
Sendiri hanya 'tuk mengenali pribadi
Dyah Prabaningrum (D*pra)

Sabtu, 25 Desember 2010

hanya sebuah curhatan

pernah suatu ketika aku bercakap dengan seseorang, sambil bergurau padanya ku bertanya
"Bila aku jodohmu kelak bagaimana?"
dia menjawab," aku tidak suka wanita yang berfikir terlalu modern."
"Modern gimana, bajuku aja jadul,hahahah." tawaku
"bukan masalah baju, tapi pikiranmu, aku ingin wanita yang seutuhnya berada di rumah, aku nggak suka wanita karir.'
sejenak aku diam. Ku berfikir, apa aku pernah bilang aku ingin menjadi wanita karir?
ada pula ketika ku berkata pada temanku, "aku ingin menjadi ibu rumah tangga."
temanku langsung bilang,"sttt..dengarkan momen yang gak biasa ki..."
pernah pula ketika ku berbincang tentang masa depan dengan sahabatku,ia menanggapi," ah kalau kamu mending nikah dulu baru kerja, aku tahu tipemu."
padahal...dalam jiwaku ada sebuah hasrat besar ketika rumah tanggaku kelak telah berkecukupan aku mampu menjadi ibu rumah tangga seutuhnya...heheh

Read More......

asaku

aku tak tahu akan sampai sejauh mana aku melangkah... yang pasti ada sebuah harapan besar menggantung di langit-langit pengharapan pada peta hidupku. Dulu aku sangatlah suka mendongeng dan kemudian sejak kelas 3 sd aku sudah mulai menulis cerpen, smp aku telah suka menulis puisi, dan sma ku ulangi kebiasaan menulis baik cerpen maupun puisi..tapi aku lupa mengarsipkannya, hingga tulisan-tulisanku itu entah lari kemana.. kuliah aku masuk di jurusan sastra indonesia dan aku menulis apa saja, yang ku rasa, yang ku lihat, dan yang aku dengar.. aku ingin jadi penulis dan aku ingin terus berinteraksi dengan sesama maka ku ingin menjadi penulis dan dosen..tapi ku juga ingin tetap mengasuh anak-anakku kelak... Tuhan hanya Kau Yang Maha Bijaksana menentukan arahku kelak, aku hanya ingin terus menulis untuk itu aku ingin menjadi penulis, terus berbagi ilmu karena itu aku ingin menjadi dosen, tapi aku juga ingin menjadi ibu dan istri yang baik buat anak dan suamiku kelak sebab Aku mencintai mereka yang belum aku temui,dan ku pinta tangan, raga, dan hati ini mampu ku tata dan ku jaga untuk mereka yang akan ku cintai nantinya

Read More......

Kamis, 16 Desember 2010

guru, digugu lan ditiru, relevankah?

tulisan ini pernah dimuat di harian semarang

GURU,”DIGUGU LAN DITIRU”
RELEVANKAH?
Oleh: Dyah Prabaningrum

Saya teringat pada kerata basa tentang guru, bahwa guru sejatinya digugu lan ditiru. Ingatan saya tentang kerata basa tersebut membawa ingatan saya terhadap sejarah, lebih tepatnya cerita tentang wali.

Alkisah, dahulu kala ada perampok yang menghalangi perjalanan Sunan Bonang. Ketika Sunan Bonang diminta turun dan menyerahkan barang berharga miliknya, Sunan Bonang kala itu tidak membawa barang berharga seperti yang diinginkan si perampok, perampok itupun mengancam akan melukai Sunan Bonang. Sunan Bonang bertanya pada perampok apa yang diinginkannya, sang perampokpun menjawab ia menginginkan barang berharga seperti uang ataupun emas. Setelah mendengar pernyataan perampok itu, Sunan Bonang menunjuk pohon aren dan seketika itu manggar aren berubah menjadi emas. Melihat hal tersebut perampok yang tadinya “bengis” meminta ampun dan ingin menjadi murid Sunan Bonang.

Sunan Bonang memaafkan perampok yang ternyata bernama Raden Sahid. Singkat cerita, Sunan Bonang menancapkan batang ke tanah ditepian kali. Untuk menjadi murid Sunan Bonang, ia memerintahkan Raden Sahid untuk menunggui tongkat itu sampai ia kembali dengan syarat tidak boleh beranjak sedikitpun. Sesuai dengan falsafah Jawa Raden Sahid tanpa bertanya dan langsung patuh (nggugu) Sunan Bonang.
Sunan Bonangpun meninggalkan Raden Sahid yang telah diutus menunggui tongkat tersebut. Tujuh tahun berlalu, tongkat tersebut telah menjadi pohon dan tanah di sekitar sungai itu telah ditumbuhi semak belukar. Raden Sahid seperti menjadi patung dan tidak pindah sedikitpun dari tempat, dimana Sunan Bonang menyuruhnya menunggui tongkat tersebut pertama kali. Sunan Bonang trenyuh, dan berkata pada Raden Sahid,”Bangunlah.” Raden Sahid kembali menjadi manusia normal, sejak saat itu Raden Sahid diberi gelar Sunan Kali Jaga.

Cerita itu terasa sangat sulit ditangkap nalar bagi”mereka” yang berfikiran logis. Bagaimana mungkin seorang manusia mampu berdiri selama itu tanpa bergeming sedikitpun. Cerita tersebut berikut variannya lebih bermakna simbolis menurut saya, begitu pula Gunawan Budi Santosa pada bukunya Edan-Edanan di Zaman Edan. “Kali” pada zaman dahulu adalah jalur transportasi yang cukup vital, yang merupakan simbolisasi urat perekonomian, sedang perintah menjaga batang yang ditancapkan di dekat sungai adalah simbol dari menjaga sungai dan sekitarnya. Sebagai seorang “gali” (yang ingin bertobat) tentu Raden Sahid paham betul keadaan sekitar sungai beserta “pemutus urat nadi perekonomian” yaitu perampok-perampok yang sering berada disekitar sungai itu. Adapun simbol lain adalah keingintahuan tentang keteguhan hati Raden Sahid untuk menjadi muridnya. Alhasil setelah proses yang cukup panjang (selama tujuh tahun) Raden Sahidpun berhasil “jaga kali” dan mendapatkan gelar”Sunan Kali Jaga.”
Simbolisasi di atas adalah suatu cara pandang, yang merupakan spekulasi pemikiran. Cara pandang dapat bernilai benar dan keliru. Ketika memang cerita tentang Sunan Kali Jaga adalah sebuah fakta, maka ada pertanyaan di benak saya, benarkah Sunan cerdas yang berdakwah di Jawa itu, menerima langsung titah sang guru, tanpa bertanya, tanpa meminta penjelasan, tanpa sebuah kekritisan? Pikiran saya membuat saya bertanya pada seorang sarjana Pendidikan Sejarah. Kata Muhammad Iqbal Birsyada, S.Pd, Sunan Kali Jaga waktu itu memang diceritakan langsung patuh terhadap Sunan Bonang. Begitu pula, ketika saya bertanya pada Isa Thoriq Amrullah yang pernah bersekolah di pondok Muallimin Yogyakarta, jawabannyapun sama.

Dan lagi-lagi pikiran saya berspekulasi. Mungkin yang akan disampaikan pencerita pada pendengar adalah sebuah falsafah yang selama ini sering kita dengar, bahwa kita sebagai murid wajib nggugu guru, patuh terhadapnya. Raden Sahid patuh dimungkinkan atas pemikiran bahwa Sunan Bonang adalah Guru yang baik, guru yang rendah hati. Mengapa saya berfikiran demikian? Karena di awal, Sunan Bonang tidak langsung dengan congkaknya menunjukkan kemampuan”gaib” yang ia miliki. Ia sabar sejenak, hingga Raden Sahid yang menjelaskan apa maunya. Bila dikorelasikan dengan keadaan sekarang, mungkin masih banyak guru yang seperti sunan Bonang, yaitu laku yang sabar dalam mendampingi murid belajar. Guru seperti itu tentu saja patut digugu dan ditiru. Tapi bagaimana bila kita menemukan guru yang sedikit kurang sabar? Yang menganggap semua penjelasannya paling benar tanpa referensi yang jelas dalam penyebutannya? Dan tanpa penjelasan yang mewadai argumennya? Dan marah ketika apa yang dijelaskan ditanyakan kembali atau disanggah oleh anak didiknya karena penjelasannya agak berseberangan dengan referensi yang dibaca muridnya? Atau bagaimanakah bila kita diajar guru yang sering kosong pada jam-jam mengajarnya, kemudian memberi tugas, dan ketika muridnya salah mengerjakan tugas yang diberi, ia marah? Masihkah kita pantas “menggugu” ucapannya dan “meniru” lakunya?

Guru memang lebih berpengalaman dari kita, lebih tinggi pendidikannya dari kita, akan tetapi tak dinafikkan, walau manusia mahluk paling sempurna diantara yang lainnya, khilaf, salah, dan lupa kadang ada di dalam setiap jiwa manusia. Wallahu’alam.
Segala kekurangan milik penulis dan kebermanfaatan datangnya dari Allah. Billahifisabililhaq Fastabiqul Khairat.

Kabid Keilmuan, IMM HAMKA Semarang

Read More......

Selasa, 14 Desember 2010

lomba-lomba menulis

bagi temen2 yang pengin tahu lomba menulis... add ajah fb-ku dyah insyaAllah bisa..di notesku ada lomba2 menulis lho...

Read More......

Sabtu, 11 Desember 2010

warnai duniamu dengan tulisan

Warnai Dunia Dengan Tulisanmu
Oleh Dyah Prabaningrum
IMM HAMKA-Unnes

Hal yang paling menyenangkan di dunia ini setelah kita mengenal kata dan mampu membaca serta menulis, adalah menulis. Dengan menulis kita mampu mengekspresikan diri kita secara bebas. Di kala kita sendiri, di kala banyak sekali masalah yang melanda diri kita, di kala orang lain tak mau mendengarkan kita, maka tulislah apa yang ada di benak kita. Seperti pernah disinggung oleh Annie Dillard dimuka umum ketika menerima penghargaan Pulitzer

“Rangkaian kata dalam tiap kalimat, menunjuk hatimu sendiri, sehinggan kamu merasa menjadi ada, tidak sendirian dalam mengarungi hidup.Tiap huruf dalam kata – katamu yang kamu rajut, menunjukkan arti siapa kamu dan apa yang ingin kamu capai! Cepat atau lambat dengan demikian kamu tidak akan kehilangan makna hidup.”

Ya begitulah menulis, dengan menulis kita bisa merasa diri kita ada karena apa yang kita rasa tersampaikan. Dan di dalam tulisan kita, kita bebas memilih menjadi apa yang kita mau. Misalnya saat kita menulis cerpen, di dalamnya kita bebas menjadi yang kita suka, akankah kita menjadi tokoh yang protagonis ataukah kita menjadi tokoh yang antagonis. Kita yang lemah dan tak sanggup membalas penganiayaan seseorang pun menjadi kuat lewat tulisan atau lebih terhormat karna tulisan, seperti yang dialami oleh penulis muda yang kisahnya banyak menginspirasi semua orang.
Joni Ariadinata, ia hanya seorang petani di Desa Majapahit, Majelengka, dia berkemauan keras untuk bersekolah dan ia pun mengadu nasibnya di Yogya sebagai buruh bangunan di siang hari, dan sebagai tukang becak di malam hari. Ketika ia menjalani profesi menjadi tukang becak, peristiwa bersejarah itu terjadi. Ia ditinju seorang gali pada mulutnya. Ia sedih, ia marah. Kata Joni dalam majalah Annida,” Saya ngangres, sedih pada badan saya yang kecil, pada otot saya yang keremprempeng, dan kesialan nasib saya kenapa harus bertemu mahluk yang begitu kasar. Tapi mau apa? Melawan tidak berani. Akhirnya saya pulang dengan penuh dendam.
Sesuatu yang besar dimulai dari ia bertemu seorang penulis produktif Zainal Arifin Thoha yang meminjamkan pada Joni cerpen sederhana untuk dibacanya. Ia pun keranjinan membaca dan mencoba menulis di media massa. Penolakan demi penolakan kerap terjadi, tapi ia tak patah semangat. Berapa banyak cerpen yang di tolak?

“Saya tak pernah menghitung dengan cermat. Barang kali seratus, dua ratus, atau bahkan lima ratus? Satu hal yang membuat saya tabah adalah kesadaran spiritual bahwa saya diwajibkan terus menerus berusaha”,kata Joni menuturkan sebagaimana dimuat dalam majalah Annida Jumbo edisi Pertama.

Dan Alhasil sekarang ia tak harus lagi menjadi tukang bangunan ataupun tukang becak . Ia terbang kemana – mana, ke Paris untuk membacakan cerpen dan memberikan motivasi, ke Den Haag juga dalam rangka yang sama, ke Malaysia untuk memenuhi undangan mengikuti PSN-X dan pertemuan Sastra Malaysia -1 di Johor Bahru Malaysia dan masih banyak lagi.

Karena tulisan pula peradaban baru dimulai, Negara Yahudi Raya yang bernama Israel barang kali tidak pernah ada seandainya seorang Benyamin Se’eb alias Teodore Herzl tidak menulis sebuah buku tipis bertajuk Der Judenstaat (The Jewish State), bersama dengan karya fiksinya Altheuland ( Old New Land), buku inilah yang menginspirasi gerakan masyarakat Yahudi untuk merampas hak - hak orang Palestina.

Melihat kenyataan di atas akankah kita tetap berpangku tangan? Ayo mulailah menulis, goreskan tinta kita untuk ikut mewarnai dunia, masuklah ke dalam komunitas tulis menulis, missal BP2M, Laboratorium Jurnalistik, Forum Lingkar Pena, atau lainnya. Mungkin pula bisa memilih jalan lain yaitu mencoba menjadi penulis lepas. Di situ yakinlah bahwa kita akan banyak mendapat pengalaman dan pengetahuan tentang dunia kepenulisan. Bila nggak ada gimana? Okey bila memang tidak ada, carilah teman yang hobi menulis, bentuklah komunitas sendiri dan bangun jejaring dengan orang – orang yang sudah berpengalaman di bidang menulis. Kalau masih nggak ada? Baiklah, temen – temen bisa bergabung dengan milis – milis kepenulisan di internet, grub-grub di fb atau menulis buku diary, ya dimulai dari menulis buku diary! karena temen – temen akan terlatih dan terbiasa menulis. Bukankah So Hog Ghie terkenal karena catatan harian? Jadi tunggu apa lagi? Mulailah menulis! Warnai dunia dengan tulisanmu!

Billahifisabillah Fastabiqulkhairat…..Abadi Perjuangan…….

Read More......