Pages

RSS

Selamat datang di Cermin Sebuah Titik
Refleksi Sunyi
Sunyi tak selamanya sepi
Sendiri hanya 'tuk mengenali pribadi
Dyah Prabaningrum (D*pra)

Minggu, 28 November 2010

bekerja keras itu perintah agama

Analisis cerpen “Robohnya Surau Kami” Karya A.A Navis
kajian pragmatik


Oleh:
1. Marmita Nugraheni (2150408007)
2. Ani Safitri (2150408008)
3. Siti Zumaroh (2150408012)
4. Dyah Prabaningrum (2150408015)
5. Eni Zahrotul Muafa (2150408020)

Menurut M.H. Abrams ada empat macam pendekatan terhadap terhadap karya, salah satunya pendekatan pragmatik. Pendekatan pragmatik yaitu pendekatan terhadap karya sastra dengan jalan menghubungkan karya sastra dengan pembaca. Sedang menurut Horace, karya sastra berfungsi duice et utile. Duice berarti indah, dan utile berarti berguna. Maksudnya adalah bahwa karya sastra dapat memberikan rasa keindahan dan sekaligus kegunaan kepada para pembaca. Dalam pengertian lain, karya sastra itu menghibur dan bermanfaat. Menghibur sama dengan “tidak membosankan”, “bukan kewajiban” dan “memberikan kesenangan, bermanfaat”.
Dalam cerpen “robohnya Surau Kami” Karya A.A Navis selain menggunakan bahasa yang mengalir dan indah juga memuat pelajaran-pelajaran berharga yang bisa diambil oleh pembacanya. Pelajaran yang dapat diambil dari cerpen tersebut adalah bahwa untuk menunjukan ketaqwaan terhadap Tuhan tidak hanya dengan beribadah saja, tetapi juga memikirkan kehidupan dunia dengan bekerja keras dan bertanggung jawab terhadap keluarga. Dalam cerita itu diceritakan seorang yang ahli ibadah yang sering dipanggil Kakek, si Kekek itu selalu beribadah tanpa memikirkan keluarganya, suatu hari ia bertemu dengan pembual yang bernama Ajo sidi. Ajo sidi bercerita bahwa si Kakek dan orang-orang seperti Kakek tidak masuk surga, malah masuk neraka. Dalam bualanya terdapat dialog Tuhan, Kakek, dan orang – orang yang berkarakter seperti Kakek yang intinya mereka protes terhadap Tuhan mengapa mereka dimasukan di dalam nereka dan Tuhan menjawab bahwa Tuhan tidak gila pujian atau sanjungan tetapi Tuhan juga menginginkan mahluknya selain beribadah juga bekerja keras untuk penghidupan yang layak.
Bagi A.A Navis orang yang hanya beribadah tanpa memikirkan sisi-sisi yang lain: humanis dan intelektual mereka adalah orang-orang yang egois karena mereka beribadah agar tidak dimasukan ke neraka.
Sebelum menganalisis cerita tersebut dengan pendekatan pragmatik, kami akan menganalisis watak tokoh untuk mempermudah analisis kami.
Kakek penjaga surau memiliki watak yang tekun beribadah tetapi tidak bertanggung jawab dengan istri dan anak-anaknya, juga tidak mempunyai pekerjaan tetap selain terus beribadah (egois).
Ajo sidi berwatak suka membual dengan imajinasinya.
Aku teman baik kakek yang perhatian terhadap kakek.
Dalam pendekatan pragmatik ini kami memfokuskan kajian kami pada bualan ajo sidi terhadap kakek. Di dalam cerita tersebut ada hal yang dapat dijadikan pelajaran bagi pembacanya. Berikut adalah kutipannya
“Sungguhpun anak cucu kami itu melarat, tapi mereka semua pintar mengaji. Kitab-Mu
mereka hafal di luar kepala.”
“Tapi seperti kamu juga, apa yang disebutnya tidak dimasukkan ke hatinya, bukan?”
“Ada, Tuhanku.”
“Kalau ada, kenapa engkau biarkan dirimu melarat, hingga anak cucumu teraniaya semua. Sedang harta bendamu kaubiarkan orang lain mengambilnya untuk anak cucu mereka. Dan engkau lebih suka berkelahi antara kamu sendiri, saling menipu, saling memeras. Aku beri kau negeri yang kaya-raya, tapi kau malas. Kau lebih suka beribadat saja, karena beribadat tidak mengeluarkan peluh, tidak membanting tulang.
Sedang aku menyuruh engkau semuanya beramal di samping beribadat. Bagaimana engkau
bisa beramal kalau engkau miskin. Engkau kira aku ini suka pujian, mabuk disembah saja, hingga kerjamu lain tidak memuji-muji dan menyembahku saja. Tidak. Kamu semua mesti masuk neraka. Hai, Malaikat, halaulah mereka ini kembali ke neraka. Letakkan di keraknya.”

Pada kutipan tersebut menunjukan apa yang telah kita baca seharusnya juga kita masukan dalam hati dan difikirakan untuk diaplikasikan dalam perbuatan.

Misal kita telah menghafal surat Al-Ma’un maka tidak hanya sekedar dibaca untuk mengaji atau untuk bacaan sholat tetapi juga derapkan dalam kehidupa sehari-hari. Di dalam surat Al-Ma’un itu berartikan
1. Taukah engkau yang mendustakan agama ?
2. Yaitu orang-orang yang menghardik (tidak menghiraukan anak yatim)
3. Dan tidak mengerjakan untuk memberi makan orang miskin
4. Maka celakalah bagi orang-orang yang sholat
5. Yang mereka lalai dari sholatnnya
6. Yaitu mereka yang berbuat riya
7. Dan mereka enggan memberi pertolongan.

Maka penerapan dalam kehidupan sehari-hari adalah mencoba menyantuni anak yatim, tidak berbuat riya, dan suka memberikan pertolongan pada orang lain, jadi bukan hanya sekedar dihafal atau digunakan sebagai bacaan sholat. Ada pula ayat al-qur’an yang lebih tepat dengan persoalan diatas yaitu ayat al-insyiroh ayat 7:
Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain

Sebagian ahli tafsir menafsirkan apabila kamu (Muhammad) bila telah selesai berdakwah maka beribadatlah kepada Allah; apabila kamu telah selesai mengerjakan urusan dunia maka kerjakanlah urusan akhirat, dan ada lagi yang mengatakan: Apabila telah selesai mengerjakan shalat berdoalah. Itu bukti bahwa dalam Islam Allah menyuruh umatnya bekerja keras.

Teks cerpen di atas juga menyinggung seseorang yang hanya suka beribadah tanpa mau berkerja keras untuk kehidupan dunia, karena beribadah itu tidak mengeluarkan peluh, itulah yang menjadi sebab kenapa orang-orang itu dimasukan kedalam neraka (dalam cerpen tersebut)
Sebenarnya salah satu yang dikehendaki islam dari umatnya adalah agar mereka menjadi umat yang gemar bekerja, baik untuk kepentingan dunia maupun akhirat.
Dari Anas Ra. Rosulullah Saw bersabda : “Perbaikilah urusan dunia kalian dan beramallah untuk akhirat seakan-akan kalian akan mati besok”. (HR. ad-Dailami)
“Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau akan hidup selama-lamanya, dan bekerjalah untuk akhiratmu seakan-akan engkau akan mati besok”. (Riwayat Ibnu Asakir)

Oleh karena itu, seorang muslim yang suka bekerja keras untuk mencari kepentingan dunia dalam rangka menggapai keridhoan Allah, pasti akan mendatangkan kecintaan Allah kepadanya. Begitu pula sebaliknya, Allah membenci orang-orang yang malas dan berpangku tangan.
“Sesungguhnya Allah mencintai orang mukmin yang memiliki pekerjaan“. (HR. Thabrani).
“Sesungguhnya Allah Ta’ala senang melihat hamba-Nya bersusah payah (lelah) dalam mencari rizki yang halal” (HR. ad-Dailani)

“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disukai oleh Allah daripada Mukmin yang lemah” (HR. Muslim dari Abu Hurairoh Ra).
Barang kali karena itulah AA.Navis menyindir orang-orang yang hanya mementingkan kehidupan akhiratnya tanpa memikirkan dunia dengan cerpennya yang berjudul “Robohnya Surau Kami”.

Diakhir cerpen itu AA.Navis juga seolah-olah ingin memperlihatkan tidak selamanya orang yang terlihat selalu ibadah adalah orang yang kuat hatinya, dengan ia menceritakan pada akhirnya Kakek itu mati bunuh diri karena strees gara-gara memikirkan pembual Ajo Sidi. Itulah yang menunjukkan kakek itu sebenarnya lemah, lemah sekali imannya. Karena bunuh diri dilarang dalam agama dan dilaknat oleh Allah. Dan apabila dia benar-benar beriman, harusnya dia tidak takut atau resah terhadap kata-kata Ajo Sidi karena dalam surat Al-ahqaf:13 disebutkan

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan Tuhan kami ialah Allah, kemudian ia tetap istiqomah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada pula berduka cita”.
Begitu pula dalam surat Al-An’am ayat 48
“Barang siapa yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati”.


Secara tersirat AA. Navis telah menunjukkan bahwa sesungguhnya kakek itu “tidak benar-benar beriman”.

Read More......

Jumat, 26 November 2010

tulisan yang tersimpan lama

Tri Dharma PT dan Bencana

Bencana terus berdatangan dari banjir Wasior, Tsunami Mentawai, Gunung Merapi yang meletus, dan mangkang yang diterobos banjir. Duka itu pasti karena musibah datang tak hanya memakan korban materi tapi juga jiwa, halaman twitter dan facebook yang sebagian besar merupakan kenarsisan kini berubah menjadi tulisan bernada empati. Bukan hanya di dunia maya, di dunia nyatapun hampir semuanya membahas bencana, dari membahas jumlah korban sampai membahas kuliah yang diliburkan untuk tempat pengungsian. Melihat kenyataan itu saya menjadi teringat sebuah puisi Sutardji Calzoum Bachri yang berjudul”Jadi” katanya tidak setiap derita//jadi luka.
Bencana tidaklah lepas dari luka dan derita. Bayangkan berapa banyak kerugian yang diderita, ternak yang mati, rumah yang hancur, dan jiwa yang menjadi korban. Bila bencana didefinisikan sebagai luka dan derita, tentulah hal tersebut akan menjadi sebuah tragedi yang tak kunjung usai, rasanya kita dituntut untuk menilik sisi lain agar lebih arif dan bijak. Benarlah yang ada, sebagian dari bencana itu luka, tapi tidak sebagian yang lain. Ada sebuah hikmah lain yang mampu terurai dibalik segenap peristiwa, termasuk bencana. Rasa empati yang mermbanjiri korban bencana telah mengerakkan sisi humanis kita. Universitas yang selama ini kadang hanya dipandang sebagai penimba teori bahkan kadang dipandang sebagai pencipta jarak terhadap masyarakat, mulai mengaplikasikan salah satu komitmen tridharma perguruan tinggi, yaitu pengabdian untuk masyarakat. Universitas, baik mahasiswa dan dosen mencoba mendekatkan diri dengan masyarakat. Bermacam-macam cara dilakukan dalam menyalurkan kepedulian terhadap korban bencana alam. Dari yang menjadi relawan mengisi posko-posko di tempat pengungsian, membuat tenda peduli bencana di fakultas, ngamen bareng untuk solidaritas, sampai penggalangan dana di wilayah sekitar kampus dan di sekitar lampu merah, ada juga kampus yang sengaja di liburkan untuk tempat penggungsian, semua itu menjadi suatu tanda bahwa kita telah mencoba untuk peduli.
Namun akan ada baiknya bila kepedulian itu tak hanya mandeg di awal, tetapi ada tindakan lain pascabencana. Mungkin tindakan itu dapat kita adopsi dari tindakan kampus-kampus di Jepang. Jepang yang merupakan negeri rawan bencana, menjadikan kampus sebagai pusat penelitian mengenai kebencanaan secara komprehensif. Hasil penelitian tersebut dimanfaatkan pemerintah dan masyarakat dalam menangani dan memahami bencana alam. Hal itu membuahkan hasil yaitu adanya pengurangan korban bencana alam setiap tahunnya. Dengan begitu Tri Dharma Perguruan Tinggi yang merupakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian terhadap masyarakat, tak hanya jadi wacana, tapi terealisasi nyata.
Segala kebermanfaat datangnya dari Allah, sedang kesalahan murni dari penulis. Billahi fisabilillah fastabiqul khairot…..suwun…..

Read More......

Sabtu, 13 November 2010

aku dan dia bertemu

tersembunyi dan ku ingin berteriak
tersimpan sebuah tanya
akankah aku sepertinya
ah..semoga tidak
Tuhan tahu aku yang begitu tak mampu untuk terlalu keraS..
ku yakin kan Kau jawab mauku dengan senyuman

Read More......