Pages

RSS

Selamat datang di Cermin Sebuah Titik
Refleksi Sunyi
Sunyi tak selamanya sepi
Sendiri hanya 'tuk mengenali pribadi
Dyah Prabaningrum (D*pra)

Selasa, 19 Oktober 2010

urgensi diskusi

tulisan dyah ini telah dimuat di Kompas mahasiswa UNNES

URGENSI DISKUSI

Tentunya ada rasa bangga ketika lulus Ujian Nasional kemudian melenggang masuk ke perguruan tinggi. Sebuah jenjang yang berbeda dengan tantangan yang berbeda pula. Diawali dengan membayar sejumlah uang registrasi untuk mahasiswa baru, diteruskan dengan agenda Program Pengenalan Akademik (PPA) yang dulu kerap disebut Ospek merupakan langkah awal sebuah proses sosialisasi. Proses sosialisasi tentunya tidak akan terhenti begitu saja setelah usai PPA. Status siswa yang dulu disandangnya kini beralih menjadi mahasiswa yang berperan sebagai agent of change sekaligus agent of control sehingga mahasiswa mengemban tanggungjawab moral yang berat.
Sebagai agen of change banyak sekali harapan-harapan masyarakat yang bertumpu pada mahasiswa. Mahasiswa diharapkan menjadi aktor sosial yang menuju proses dialektika pendewasaan di segala sisi kehidupan. Selain itu mahasiswa juga diharapkan memupuk kesadaran diri untuk membenahi dan memajukan bangsa. Perubahan dan pembenahan dapat tercapai manakala ada kesadaran (awareness) dari suatu individu yang akan mempersiapkan mereka untuk proses perubahan.
Pada dasarnya manusia itu enggan “dirubah,” bukan enggan “berubah”. Sebagian besar kita beranggapan perubahan itu baru boleh dilakukan kalau ada masalah, saat memasuki tahap krisis. Padahal saat memasuki tahap krisis, perubahan itu hampir tidak mungkin atau mustahil. Perubahan tidak mungkin dapat dilakukan hanya dengan merubah sistem tanpa kesiapan pelaku-pelakunya.
Oleh karena itu diskusi adalah wahana yang tepat untuk menyiapkan mental-mental pelaku perubahan.

• Diskusi
Secara sederhana diskusi merupakan sarana bertukar pikiran antar sesama dengan anggota paling sedikit dua orang ditempat dan waktu tertentu. Kita telah mengenal berbagai macam diskusi dari diskusi formal dengan persiapan yang matang hingga diskusi informal yang merupakan kebiasaan berbincang untuk mengisi waktu luang. Kebiasaan berdiskusi memang telah merebak di berbagai kalangan, hanya saja tujuan dan sasaran kadang belum begitu jelas.
Dalam diskusi apalagi diskusi ilmiah yang bertujuan membuka khasanah keilmuan agar lebih luas yang paling dibutuhkan adalah pemahaman. Pemahaman itu bukan berarti harus tahu segala hal dan harus mengerti seluk–beluk sesuatu sampai ketingkat yang paling tinggi. Paham dengan inti pembicaraan atau diskusi yang dilakukan itu merupakan hal yang cukup, syukur kalau lebih. Dari kepahaman itu akan merekonstruksi pemikiran kita sendiri. Dan dari sebuah pemahan diharapkan muncul paradigma baru dengan pandangan kita yang teruji ketika kita harus mempertahankan pendapat kita.

• Mengenang Gramsci
Antonio Gramsci lahir di Italia 1891 dan meninggal 1937. Daya kritis Gramski sebagai aktivis partai kiri ternyata membuatnya dijebloskan dalam penjara. Namun dalam penjara inilah Gramsci mulai menyusun catatan-catatan, yang kemudian dibukukan, dan diberi judul The Prison Notebooks.
Sebuah perntanyaan sederhana menghantui Gramsci,”Mengapa di Rusia bisa terjadi Revolusi sosialis, sedangkan di Italia tidak?” dari pernyataan inilah Gramsci menemukan ide tentang “hegemoni”. Lantas apa yang disebut Hegemoni?
Menurut Zamzam Muhammad F (2009) Hegemoni adalah seperangkat kekuasaan yang didapatkan oleh kelas penguasa atas kelas yang dikuasai. Namun hegemoni tidak dilakukan dengan cara memaksa/ menekan dengan kekerasan yang sifatnya materiil-misal dengan menodongkan senjata- lebih dari itu, hegemoni di dapatkan dari sebuah keprasahan dan keikhlasan sebuah kelas dikuasai.
Dalam konteks pertentangan antara kapitalis vs sosialis, sulit kiranya bagi kubu sosialis melakukan revolusi jika kubu kapitalis telah berhasil melakukan hegemoni terhadap massa atau rakyat. Hegemoni macam apa hingga kubu kapitalis dapat mempertahankan kekuasaannya?
Terkait dengan buruh-buruh melakukan revolusi sosialis, kegagalan buruh-buruh dalam melakukan perlawanan disebabkan oleh taktik ideologis kubu pemilik modal. Buruh-buruh telah memiliki kesadaran,”Sudah untung kita bisa bekerja.” Padahal, bukan tidak mungkin, kesadaran macam itulah “kesadaran palsu” yang diciptakan oleh kubu pemilik modal untuk meredam “kesadaran perlawanan’’ para buruh. Saran konkretnya adalah ciptakan dulu”kesadaran perlawanan” sebelum melakukan sebuah “ perlawanan.”
Zamzam juga berpendapat semakin luas range virus “kesadaran perlawanan,”semakin mungkin revolusi tercipta dan berbuah hasil. Penulispun sepaham dengan argumen tersebut.

• Komparasi ‘’ketiadaan perlawanan buruh” dengan diskusi
Sekarang kita komparasikan antara ketiadaan perlawanan buruh dengan keengganan berdiskusi dikalangan mahasiswa. Dengan tetap mengasosiakan keduanya pada ide”hegemoni Gramsci.’’ Acapkali ketika kita diajak berdiskusi bahkan ketika melihat ada forum diskusi, kita menolaknya entah langsung diucapkan atau di dalam hati saja,”Untuk apa sih diskusi? Nggak esensial, kebanyakan omong, males, nggak ada gerakan yang nyata, dan sebagainya.’’ Jangan-jangan kesadaran tersebut adalah hasil dari usaha hegemoni yang dilakukan oleh kubu yang menginginkan ketidakkritisan mahasiswa dan masyarakat. Padahal manfaat diskusi adalah melakukan penyadaran intelektual dan tindakan, seperti yang terangkum pada puisi dibawah ini
When your change your thinking
You change your beliefs
When you change your beliefs
You change your expectations
When your change your expectation
You change your attitude
When your change your attitude
You change your behavior
When your change your behavior
You change your performance
When your change your performance
You change your destiny
When your change your destiny
Your change your life.
(puisi ini dibacakan dalam acara Muscab IMM kota Semarang Mei 2010)

Begitu pentingnya arti diskusi, besar harapan bila setelah melakukan berbagai diskusi dan penyadaran intelektual. Mentalitas-mentalitas mahasiswa mampu ditempatkan pada porsi yang ideal yaitu mendedikasikan dirinya untuk perjuangan menuju kebaikan kelompok sosial masyarakat, dalam bahasa Gramsci disebut intelektual organik. Diharapkan pula setelah melalui berbagai diskusi mahasiwa dan masyarakat mampu membuat gerakan yang mempunyai fungsi dan tujuan yang jelas sehingga tidak terjebak hanya pada “gerakan massa” yang rapuh, dimana mobilisasi massa maksimal, namun tidak terorganisir secara optimal. Gerakan yang ideal itu juga diharapkan terimplikasi dengan adanya kontinuitas fungsi dan gerakan dari generasi kegenerasi.
• Saran Konkrit
Saran konkrit untuk mengadakan atau ikut serta dalam diskusi adalah dengan mengikuti organisasi-organisasi baik intra maupan ekstra. Di intra ada beberapa UKM, BEM, dan Hima. Sedang di ekstra, terdapat banyak organisasi, semisal IMM HAMKA, KAMMI, GMNI, LMND, HMI, IPPNU, IPNU, dan masih banyak lagi yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Dengan mengikuti organisasi dan berdiskusi itu merupakan langkah nyata mengembangkan khasanah keilmuan kita.
Ingat! Sebuah gerakan tanpa ilmu adalah buta, sebuah ilmu tanpa gerakan adalah pincang. Billahifisabililhaq, Fastabiqul khairat. Nuwun… (Dyah Prabaningrum-Kabid Keilmuan IMM HAMKA periode 2010/2011)