Pages

RSS

Selamat datang di Cermin Sebuah Titik
Refleksi Sunyi
Sunyi tak selamanya sepi
Sendiri hanya 'tuk mengenali pribadi
Dyah Prabaningrum (D*pra)

Jumat, 26 November 2010

tulisan yang tersimpan lama

Tri Dharma PT dan Bencana

Bencana terus berdatangan dari banjir Wasior, Tsunami Mentawai, Gunung Merapi yang meletus, dan mangkang yang diterobos banjir. Duka itu pasti karena musibah datang tak hanya memakan korban materi tapi juga jiwa, halaman twitter dan facebook yang sebagian besar merupakan kenarsisan kini berubah menjadi tulisan bernada empati. Bukan hanya di dunia maya, di dunia nyatapun hampir semuanya membahas bencana, dari membahas jumlah korban sampai membahas kuliah yang diliburkan untuk tempat pengungsian. Melihat kenyataan itu saya menjadi teringat sebuah puisi Sutardji Calzoum Bachri yang berjudul”Jadi” katanya tidak setiap derita//jadi luka.
Bencana tidaklah lepas dari luka dan derita. Bayangkan berapa banyak kerugian yang diderita, ternak yang mati, rumah yang hancur, dan jiwa yang menjadi korban. Bila bencana didefinisikan sebagai luka dan derita, tentulah hal tersebut akan menjadi sebuah tragedi yang tak kunjung usai, rasanya kita dituntut untuk menilik sisi lain agar lebih arif dan bijak. Benarlah yang ada, sebagian dari bencana itu luka, tapi tidak sebagian yang lain. Ada sebuah hikmah lain yang mampu terurai dibalik segenap peristiwa, termasuk bencana. Rasa empati yang mermbanjiri korban bencana telah mengerakkan sisi humanis kita. Universitas yang selama ini kadang hanya dipandang sebagai penimba teori bahkan kadang dipandang sebagai pencipta jarak terhadap masyarakat, mulai mengaplikasikan salah satu komitmen tridharma perguruan tinggi, yaitu pengabdian untuk masyarakat. Universitas, baik mahasiswa dan dosen mencoba mendekatkan diri dengan masyarakat. Bermacam-macam cara dilakukan dalam menyalurkan kepedulian terhadap korban bencana alam. Dari yang menjadi relawan mengisi posko-posko di tempat pengungsian, membuat tenda peduli bencana di fakultas, ngamen bareng untuk solidaritas, sampai penggalangan dana di wilayah sekitar kampus dan di sekitar lampu merah, ada juga kampus yang sengaja di liburkan untuk tempat penggungsian, semua itu menjadi suatu tanda bahwa kita telah mencoba untuk peduli.
Namun akan ada baiknya bila kepedulian itu tak hanya mandeg di awal, tetapi ada tindakan lain pascabencana. Mungkin tindakan itu dapat kita adopsi dari tindakan kampus-kampus di Jepang. Jepang yang merupakan negeri rawan bencana, menjadikan kampus sebagai pusat penelitian mengenai kebencanaan secara komprehensif. Hasil penelitian tersebut dimanfaatkan pemerintah dan masyarakat dalam menangani dan memahami bencana alam. Hal itu membuahkan hasil yaitu adanya pengurangan korban bencana alam setiap tahunnya. Dengan begitu Tri Dharma Perguruan Tinggi yang merupakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian terhadap masyarakat, tak hanya jadi wacana, tapi terealisasi nyata.
Segala kebermanfaat datangnya dari Allah, sedang kesalahan murni dari penulis. Billahi fisabilillah fastabiqul khairot…..suwun…..