Kalau dibilang keluarga kami kaya, tentu tidak, tapi kalau
berkecukupan, saya pikir iya. Ibuku seorang pns begitu pula dengan
ayahku. Hanya saja ibuku unik, ia memiliki cara pandang yang berbeda
dengan ibu2 yang lain. Jujur kadang cara pandang itu menjengkelkan. Dari
kecil yang aku rasakan ibuku selalu mendidik kami, anak-anaknya untuk
membeli sesuatu yang dibutuhkan, sehingga kami jarang sekali membeli
sesuatu yang kami inginkan tetapi tidak kami butuhkan. Dampak dari sikap
ibuku tersebut adalah kami benar-benar jarang seperti remaja yang lain,
yang sering sekali ke salon, atau sering sekali ke mall. Eits.. namun
jangan salah sangka, masalah peralatan sekolah, buku pelajaran, sampai
buku2 saintek ibuku akan membelikannya dengan senang hati, asal kami
mengajukan anggaran. Seberapapun mahalnya buku, ibuku mencoba
mencukupinya. Ibuku memang abai dengan pemenuhan kebutuhan penampilan,
tapi ia sangat peduli dengan pemenuhan kebnutuhan ketrampilan. Meski aku
tidak pandai menari, dulu aku dimasukkan ke sanggar tari, kakakku
diajari menjahit, dan adikku katanya waktu kecil pernah dimasukkan di
sanggar lukis untuk belajar melukis. Akupun dengan berbekal uang darinya
pernah kursus bahasa inggris dan keyboard, meski aku tak bisa bermain
musik dengan baik. Ibukupun pernah mengizinkan aku kursus table manner
di sebuah hotel di jogjakarta.
Dulu aku sering protes dengan masa
pertumbuhanku. Aku tumbuh tidak seperti gadis-gadis yang lain yang mampu
memilih segala model baju terbaru, yang mampu memilih make-up terpas
untuk kulit wajahnya, yang selalu tampil menawan. Sempat frustasi pula
kenapa untuk hal yang remeh-temeh aku harus belajar. Namun, kadang
muncul kesadaran, semoga segala hal yang sedang ku bentuk merupakan
suatu ibadah tersendiri. Positif thinkingku," Mungkin dengan bekal
pembelajaran -membeli yang dibutuhkan- suatu saat ketika menjadi seorang
yang mendapat amanah yang cukup berat, aku mampu menjadi seorang yang
terpercaya, dan semoga pula itu bekal untuk menuju kesederhanaan akhlak
kelak."
Hanya sebatas mengingat.... kadang harus ku ucapkan,
terima kasih ibu, karena didikanmu, Alhamdulillah proses pencarian
rejekiku tidak tersendat2, semua terasa mudah, tanpa harus mencari ke
sana-kemari... meski kadang dalam bersosialisasi aku mesti belajar
banyak dan banyak belajar, doakan ibu, semoga proses sosialisasiku
dipercepat, diperlancar, dan penuh keberkahan."
SALAM HORMATKU :-)
Rabu, 31 Juli 2013
teringat ibu
Labels:
surat
Selasa, 07 Mei 2013
Wanita: Pemberdaya
Suatu
kali ada seorang mahasiswa yang berbincang dengan saya, katanya,”Dia melihat
kampus seperti melihat pertunjukan model.” Kata-kata itu masih cukup lekat
diingatan saya. Kadang kala saya berfikir,”Tempat terbaik bagi industri bermain
perang adalah tubuh dan maindset wanita.” Lewat media, industri mengkonstruk
bagaimana seharusnya wanita agar menjadi seorang yang dipuja. Berkulit cerah,
berpenampilan menarik, berasesoris banyak, berparfum mewah, dan berbadan indah.
Oleh karena itu, dapat kita lihat berapa banyak katalog yang berkaitan dengan aksesoris
wanita, betapa genjarnya promosi make-up di media, dan betapa banyaknya
brosur-brosur alat pelangsing tubuh dan obat-obatan untuk menunjang kecantikan
wanita beredar. Tentu saja berpenampilan menarik tidaklah keliru karena
penampilan yang menarik akan membuat seseorang nyaman berada di dalam forum
yang sama, tetapi perlu dikritisi apabila penampilan yang menarik itu tak
ditunjang kapasitas berfikir yang mewadai.
Wollstonecraft
seorang feminis liberal menggagas wanita yang ideal adalah wanita yang dapat diharapkan
untuk menginspirasi kerja produktif. Dengan sinisnya, ia mengungkapkan bahwa
seorang wanita yang hanya menata dirinya-dalam hal ini fisik semata- seperti
anggota ras bersayap, burung yang disimpan di dalam sangkar yang tidak
mempunyai pekerjaan yang dilakukan selain memamerkan sayapnya, berjalan dengan
keanggunan palsu dari tonggak satu ke tonggak lain. Mengkritisi pernyataan
Wollstonecraft, saya cukup setuju dengan pernyataannya bahwa wanita sebaiknya
mengispirasi kerja produktif. Kerja Produktif tentu saja bukan semata-mata
kerja yang menghasilkan material tetapi juga kerja sosial yang membangkitkan
semangat sesama untuk menjadi lebih baik dari segi berfikir maupun bertindak.
Pada
akhirnya kebutuhan wanita bukanlah dipuja oleh banyak pria namun ia melahirkan
genrasi yang tangguh pembentuk bangsa. Dari rahimnya putra-putri harapan bangsa
akan lahir.Wanita adalah madrasah pertama untuk
anak-anaknya kelak. Tempat yang strategis untuk membuat sebuah peradaban. Dari
penalaran, pemahaman, pengetahuan, dan juga tindakannya wanita akan lebih
banyak menyalurkan intelegensi dan pilihan tindakan kepada putra-putri mereka. Singkatnya
wanita sebagai media pertama yang nantinya akan membentuk karakteristik dan
kemampuan nalar seseorang. Oleh karena itu, peningkatan kapasitas berfikir
dalam rangka mempersiapkan generasi selanjutnya, sebaiknya mulai menjadi
prioritas ketimbang peningkatan penampilan meskipun tidak dinafikkan bahwa
penampilan kadang kala menjadi sebuah cermin kreativitas. Dengan peningkatan
kapasitas berfikir, diharapkan peranan wanita untuk memajukan bangsa dan
melahirkan generasi pembaharu yang membuat bangsa ini lebih baik meningkat. Dengan
demikian, wanita akan mampu menjadi pemberdaya pribadi maupun sosial. Perlu
diingat bahwa wanita yang mensejarah seperti Cleopatra, Khatijah, Aisyah,
Fatimah, Golda Meir, Indira Gandhi, Margaret Thatcer, Cut Nyak Dien, Dewi
Sartika, Ny. Inggit, dan R.A. Kartini bukan karena “wah”nya peampilan fisik
semata.
Read More......
Labels:
Opini